Melangitkan doa-doa

ya-rabb

Sudah bulan baru, almanak di meja lembarannya sudah berganti. Tapi seringkali kita masih berkutat dengan hal-hal basi yang tidak jera kita geluti. Pada sujudku semalam, air mataku bergulir diam-diam dan tertahan. Takut isakku mengusik lelapnya.

Ada apa ? tanyaku pada diriku sendiri, akhir-akhir ini sesak kerap kali menghujam rasaku. Tanpa sadar, jemariku menekan-nekan dadaku seolah berbisik redalah…reda.

Mungkin aku lupa bahwa usia selalu bergegas lekas, bahwa waktu begitu egois dan enggan menunggu. Dia akan meninggalkan ketika langkah kita hanya berjalan ditempat. Dan rebahku semalam membuka kesadaran bahwa hidup teramat singkat untuk berlebih, larut pada sejumlah tanya yang kita tahu sudah begitu nyata dalam skenario kehidupan. Tuhan yang mengatur segala laju dan likunya.

Mengapa masih menangisi apa saja yang kerap kali menghadirkan ketidaknyamanan, padahal bisa jadi itulah madu tersembunyi yang sejatinya kita syukuri.

Aku menekuri sebuah catatan perjalanan seorang teman pagi ini dan hanyut pada rasa malu yang mendalam, alangkah jumawa dan arogannya kamu. Tunjukku pada wajahku sendiri.  Bersembunyi di balik hak, dan sejumlah pembelaan diri aku mengabaikan kebutuhan jiwaku pada Rabbnya.

Padahal diranjang dingin dengan wajah pasi dan berlilitan selang itu aku pernah merajuk Rabbku, memohon belas kasihNya…mengiba.  Mohon perpanjangan waktu untuk berjalan di bumiNya yang fana ini. Akhhh aku malu, malu pada lakuku yang seringkali mengabaikan seruanNya dan berlama-lama hingga dibatas akhirnya. Padahal bisa jadi aku tak lagi punya waktu hingga akhir.

Aku malu pada isak tangisku yang menyesali sekian kesakitan dan perturutkan amarah, menangisi kehilangan atau kesusahan. Tapi tumpul dan berlupa diri pada dosa-dosa yang telah kulakukan. Kesadaran selalu datang dan pergi, malam dan pagiku bermuram karena sedihku pada sang Maha. Kutuliskan jejak bahwa aku malu pada Rabbku… malu pada perjalanan hidup mereka yang berjalan dalam jubah kesabaran dan iman, sedangkan aku dalam keluh dan alpa.

Padahal sekali lagi dan lagi, ketika  jatuh dan tersungkur begitu jauh. Meski dengan parut marut dan hina diri, DIA selalu membuka dan merentangkan ampunanNYA yang tak berbatas.  Menjadi satu-satunya yang merengkuh memberi kekuatan ketika semua meninggalkan.

Benar yang dituliskan seorang perenung islami, bahwa kesakitan dan kesusahanmu sejatinya harus membuatmu lebih dekat dengan Rabbmu. DIA yang menyembuhkan, yang akan membantumu melewati lorong-lorong gelap dan sunyi. Membalut luka menganga, bahkan menghapus air mata…

Dhuhaku lebih berwarna, sinar matahari pelan namun pasti menyelinap disela jendela yang mulai kubiarkan terbuka. Sinarnya seolah mengabarkan sebuah harapan. Kita tidak pernah berjalan sendirian,…

Maybe some people make you feel ignored , but GOD always love and care for you

 

9 thoughts on “Melangitkan doa-doa

  1. Hmmm menyentuh sekali susunan kata ini mak Irma. suara hati, dari hati yang menyentuh hati.
    Dia selalu ada anytime saat kita mau Dia hadir 🙂

Leave a reply to senjasusanti Cancel reply